Sumber: SKH Sinar Indonesia Baru, Rabu, 16 November 2011, Halaman 1, 15.
Dampak Perdagangan Bebas
180.000 Perusahaan Indonesia Bangkrut
Sebanyak 180.000 perusahaan di Indonesia, baik kecil, menengah, maupun besar, gulung tikar akibat diterpa badai produk luar negeri yang terus membanjiri Indonesia.
Gelombang arus perdangan bebas telah membuat sektor industri dalam negeri tidak bergerak. Produk lokal dibuat mati kutu dengan kehadiran barang impor yang terus merajai pasar domestik.
Hal ini dikatakan Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Fadel Muhammad, Senin 14/11) sore. “Saya kaget mengetahui hal itu. Hasil itu disampaikan melalui tiga lembaga lingkar survei yang ada di Indonesia,” ujarnya.
Fadel mengatakan, kesepakatan Free Trade Area (FTA) dengan China berpotensi menggerus pasar sektor industri lokal.
Ancaman kebangkrutan akibat kedatangan produk impor terletak pada sektor tekstil, mafufaktur, dan Usaha Kecil Menengah (UKM) “Mari kita lihat saja di Tanah Abang, itu batik, pakaian muslin saja sudah impor. Bagaimana pengusaha kecil bisa bertahan,” katanya.
Menurutnya produk China membuat sektor di Indonesia bergerak lambat karena didera keterbatasan energi dan infrastruktur. Selain itu, kepastian hukum rendah untuk menahan laju produk impor tersebut.
“Kondisi sebaliknya terjadi di China. Bahkan, dalam produk perikanan darat dan budi daya China mendominasi pasar dunia karena, subsidi pemerintah. Pemerintah kita tak seperti itu.” Ujarnya.
Untuk itu, pemerintah diiminta tidak gegabah dalam mendorong dan menyepakati perjanjian perdagangan bebas, baik skala regional maupun global, termasuk terkait usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama untuk membentuk kerangka kerja sama Trans-Pasifik di antara negara-negara yang bergabung dalam APEC.
“Pengalaman di CAFTA harus jadi pelajaran besar buat kita. Jangan hanya karena gengsi kita mengikat perjanjian perdagangan.” Ungkap pengamat ekonomi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Latief Adam. Menurutnya, Indonesia harus belajar dari FTA-FTA yang sudah ditandatangani dan tak banyak menguntungkan buat Indonesia.
Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance Indonesia (Indef) Ahmad Erani Yustika K menuturkan, jika dilihat secara jernih, keberadaan FTA yang ada sejauh ini lebih dinikmati asing dan antek-anteknya di Indonesia yang menguasai sekitar 70 persen sistem perdagangan yang terlihat jelas menikmati.
:Siapa sih yang diuntungkan? Hanya 5 persen dari pelaku pasar di Indonesia yang juga banyak dimiliki asing. Merekalah yang dapat kemudian ekspor dan sebagainya. Kita tak boleh hanya melihat data-data ekonomi makro, tapi lihat mikronya, siapa yang dapat” ungkap Erani.
Usulan Obama untuk membentuk komunitas Trans-Pasifik di antara negara-negara yang bergabung dalam APEC dinilai sarat agenda terselubung AS. Indonesia pun diminta waspada dan diharapkan mengikuti jejak China untuk wait and see menyikapi hal ini.
Khusus tentang usulan AS, Latief melihat sebagai bentuk ketakutan AS melihat perkembangan China. “AS berharap dengan adanya perdagangan bebas di Trans-Pasifik, barang mereka bisa lebih mudah masuk, termasuk ke China,” kata Latief.
Latief mensinyalir langkah ini perlu dilakukan AS yang saat ini masih memiliki masalah dengan fiskalnya, seperti defisitnya anggaran dan mulai tak berimbangnya neraca perdagangan mereka.
“Jadi terlihat AS akan menggunakan hal ini sebagai kendaraan mereka untuk mengurangi masalah fiskalnya. China sudah menyadari hal ini, makanya mereka wait and see. Sebaiknya kita pun begitu, mengikuti China sebelum kita tahu persis keuntungan dan kerugian apa yang akan kita dapatkan jika mengikuti usulan tersebut,” uajarnya.
BATASI ARUS BARANG
Sementara untuk perjanjian perdagangan bebas yang terlanjur disepakati dan menyebabkan besarnya aliran impor ke Indonesia. Fadel mengatakan pemerintah harus segera melakukan moratorium.
Namun, bukan berartki semua barang yang diimpor dari luar negeri ditolak kehadirannya. “Kita harus bisa memilah produk mana saja yang dibutuhkan di Indonesia. Produk yang di sini kita tidak punya, maka kita datangkan.” Ucapnya.
Fadel mengatakan, jika pemerintah ingin kebijakannya popular, maka harus berani mengambil kangkah moratorium minimal satu tahun, seperti halnya yang dilakukan India kepada China guna menahan gempuran produk impor China.
Dia menjelaskan, China sebenarnya ingin mengincar pasar ASEAN untuk produk mereka. Indonesia semestinya tidak mengikatkan diri dalam tiap perdagangan bebas tanpa menimbang sisi baik dan buruknya.
Untuk itu, Fadel meminta pemerintah mengambil langkah-langkah untuk mendinginkan ekonomi dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah. Dia mengatakan, pemimpim bangsa ini harus berani mengambil langkah seperti pemimpin Brasil yang memberikan bea masuk barang ke negaranya sebesar 25 persen.
“Presiden Brasil Dilma Rousseif sangat berani mengambil tindakan tersebut untuk menyelamatkan industri lokalnya. Mereka beri nama Big Brazil,” tuturnya.
Selain itu, dia menegakan negara ini harus mampu mengembangkan potensi kekayaan alam yang dimiliki supaya kita bise menghentikan keran impor secepat mungkin. Fadel mencontohkan, untuk produksi pertanian, Indonesia harus bisa mengoptimalkan jumlah padi per hektarnya.
“Sawah yang per hektarenya mampu menghasilkan 5 ton padi, kita upayakan menjadi 12 ton misalnya. Alhasil, musim kemarau kemarin lahan yang tersisa 1 juta hektare itu, akan menghasilkan jumlah yang maksimal,” ujarnya.
“Ini sudah saya contohkan ke petani garam saat saya jadi menteri dulu. Lahan garam yang per hektarenya hanya 80 ton diberikan sentuhan teknologi sedikit bisa naik menjadi 120 ton,” uajarnya. (SH/c)